Pilihan Ibu Membuat Peradabanku Mundur Seratus Derajat Kebeberapa Abad Lalu.
Pertengkaran di meja itu telah usai. Setelah ibu menetapkan sebuah keputusan. Bahwa kamu harus mengikuti jalanku. Demikian hari siang yang menghampiri senja itu. Tak ada yang lain yang berkotek. Tetangga rumah semua pada diam ketika perkara itu sedang berlangsung. Tak ada yang berani mengintip sebab takut menjadi saksi atas perkara atas pilihan itu. Hanya tacu, komfor yang masih menyala terang serta perabot dapur lainnya menjadi saksi. Mereka pun ikut diam dan hanya berani berbunyi ketika mereka dijadikan sebagai alat pelempiasan segala emosi. Trump trakkkk, meja itu berbunyi dalam sebuah pukulan emosi. Sementara yang lain berdiri gegas. “Kita semua punya pilihan untuk hidup. Pilihanku adalah hidupku dan yang melakoni semua itu adalah saya sendiri,” teriak seorang remaja yang sedang duduk di sudut meja. Pilihan anak tersebut tentu bertolak dengan pilihan ibu. “sementara Ibu dengan lantang menyatakan dirimu harus ikut pilihanku. Itu bukan main-main,” sambil menunjuk mata remaja it